Tiba-tiba pengen nulis tentang sesuatu yang sulit untuk dimengerti. Tentang perasaan. Tentang sebuah ketulusan. Mungkin karena agak capek, pagi tadi habis ikut jalan santai, terus beberapa hari ini makan ga jelas gizinya, plus koreksian ujian mahasiswaku yang bertumpuk, membuat segalanya menjadi begitu melelahkan. Mungkin ini yang dinamakan dengan perasaan kasihan terhadap diri sendiri yang terlalu berlebihan. Bawaannya mendikte setiap kejadiaan ke bingkai yang terlalu melankolis.
Barusan nonton dorama 49Days di salah satu TV swasta. Sebenarnya idenya tidak begitu menarik. Bahkan terlalu mengada2. Mana ada malaikat maut memberikan kesempatan kepada manusia yang sedang sekarat (antara hidup dan mati) untuk mengumpulkan 3 tetes airmata (3 tetes = 3 orang) dalam waktu 49 hari? kalau berhasil maka dia akan kembali hidup, tetapi jika gagal, maka selamat tinggal dunia. Tapiiiii.....karena Korea memang begitu TOTAL (catat ya....T O T A L) dalam menggarap cerita meskipun temanya begitu lucu dan mengada-ada, yaaa...jadinya asik untuk ditonton. keren dan terkadang mengharukan juga.
Lantas yang jadi pertanyaannya, kenapa cuman 3 tetes air mata dari orang yang benar-benar tulus merasa kehilangan? bukankah itu terlalu sedikit? jangankan manusia, lihat ayam ketabrak motor terus kakinya patah saja kita sudah merasa kasihan. Apalagi ini manusia! hmmmm......atau,,,jangan-jangan memang benar, tidak semua manusia itu mempunyai hati yang tulus. Yah seperti lagu lama, manusia itu sangat pandai bersandiwara.
Apa? Bersandiwara? (kaget kayang). Please deh,,,,,tidak usah lebay gitu. biasa aja kaleee. Justru sebaliknya, kamu harus kaget kalau di jaman seperti sekarang ini masih ada manusia yang tulus dan tidak memakai topeng. Yang tulus merasa bahagia ketika kau bahagia, yang tulus merasa kehilangan ketika kau juga kehilangan. Yang berusaha mengumpulkan senyuman untukmu ketika yang lain mulai meninggalkanmu, berusaha menahan diri mendengar keluh kesahmu, memaklumi kekerasan hatimu. Apa masih ada orang yang TULUS saat sekarang? ketika materi sudah beralih menjadi satu-satunya prioritas. Segala ukuran disandarkan padanya. Bahkan seorang ibu pun tidak boleh mengambil bayinya dari RS kalau dia belum mampu menebus biaya persalinan. Berharap belas kasih mereka karena kamu seorang ibu yang papa yang sehari makan sehari tidak? yang demi calon buah hatimu, kamu menggendong berkilo-kilo batu di kali untuk dikumpul ke pengepul bahan bangunan kemudian dihargai 200 perak per kilo? MAAF,,,teruslah berharap sambil menangis sampai airmatamu menjadi sungai kemudian menenggelamkanmu. Manusia sekarang sudah canggih, sudah bisa mengeluarkan PERASAAN dari hatinya. Mungkin sebentar lagi, kita sudah tidak bisa bedakan mana patung dan mana manusia. Karena sama-sama tidak punya PERASAAN. Satu-satunya pembeda hanyalah yang satu bisa bergerak sementara yang satunya tidak.
Huft....manusia...oh manusia. Begitu penuh sandiwara. Susah ditebak!
Jangan katakan si A itu baik hatinya hanya karena kamu baru melihat dia memberikan uang 20ribu ke seorang pengemis jalanan yang kakinya patah dan tidak bisa melihat. Jangan langsung berkseimpulan mengatakan si B itu dermawan hanya karena kamu mendapatkan dia sementara membagi-bagikan sembako kepada para pengemis dan kaum marjinal yang mengular di depan istananya. Jangan pula kamu cepat mengatakan kalau si C itu begitu rendah hati hanya karena kamu baru mebdapatkan dia makan nasi bungkus bersama kaum berdarah butek diluar kebiasaannya. JANGAN. Karena tidak satupun manusia ingin dicitrakan buruk di hadapan orang banyak apalagi itu dalam keadaan sadar. Memang betul untuk selalu berpositif thinking. Tapi, jangan terlalu naif melihat setiap kejadian yang begitu nyata di depan matamu. Karena bisa jadi, dia yang kau sebut baik hatinya, dermawan, dan rendah hati, adalah MONSTER yang siap menelanmu hidup-hidup.
Andai saja, manusia mau menyempatkan dirinya merenung setiap hari sebelum tidur barang sebentar saja?! Merenung tentang perjalanan yang telah dia jalani mulai dari terang hingga gelap. Menilai dengan bijak setiap apa yang dilakukan sepanjang hari, mencukupi setiap niat kebaikannya dengan tindakan, kemudian mengurangi keragu-raguannya tentang sebuah kesalahan. Andai saja manusia mau secara jujur menilai diri sendiri? bahwa menyakiti mereka adalah sama dengan menyakiti diriku! membahagiakan mereka berarti juga membahagiakan aku! yah...andai saja semuanya seperti itu, mungkin tidak akan ada lagi bayi yang kesasar di kardus-kardus tempat sampah, tidak ada lagi pengemis tua yang berjalan sempoyongan mengetuk pintu pagar meminta segenggam beras, tidak ada lagi seorang ibu yang harus berjuang keras mencari pinjaman untuk menebus bayinya di RS. Tidak ada lagi! TETAPI......membayangkan dunia yang berjalan se-ideal itu sama saja menyuruh Tuhan untuk menutup saja neraka lalu membuka lahan baru untuk surga.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar